ILMU PENGETAHUAN
Tahapan
Perkembangan Manusia
Erik H. Erikson
Salah satu teori yang bagi saya
mengagumkan dan mudah dipahami dalam pembahasan tentang psikologi perkembangan
adalah teori Erik Homburger Erikson.
Erikson mengembangkan dua filosofi
dasar berkenaan dengan perkembangan, yaitu:
- dunia bertambah besar seiring dengan diri kita
- kegagalan bersifat kumulatif
Kedua dasar filosofi inilah yang
membentuk teorinya yang terkenal itu. Ia hendak mengatakan bahwa dunia semakin
besar seiring dengan perkembangan karena kapasitas persepsi dan kognisi manusia
juga mengalami perubahan. Di sisi lain, dalam pengertian Erikson, kegagalan
yang terjadi pada sebuah stage perkembangan akan menghambat sebuah proses
perkembangan ke stage berikutnya. Kegagalan ini tidak lantas hilang dengan
sendirinya, bahkan terakumulasi dalam stage perkembangan berikutnya.
Dari penelitiannya, Erikson yang
penganut Freudian (karena menggunakan konsep ego) ini melihat bahwa jalur
perkembangan merupakan interaksi antara tubuh (pemrograman biologi genetika),
pikiran (aspek psikologis), dan pengaruh budaya.
Erikson mengelompokkan tahapan
kehidupan
ke dalam 8 stage yang merentang sejak kelahiran hingga kematian.
ke dalam 8 stage yang merentang sejak kelahiran hingga kematian.
1. Tahap Bayi (Infancy):
Sejak lahir hingga usia 18 bulan.
Hasil perkembangan ego: trust vs
mistrust (percaya vs tidak percaya)
Kekuatan dasar: Dorongan dan harapan
Periode ini disebut juga dengan
tahapan sensorik oral, karena orang biasa melihat bayi memasukkan segala
sesuatu ke dalam mulutnya. Sosok Ibu memainkan peranan terpenting untuk
memberikan perhatian positif dan penuh kasih kepada anak, dengan penekanan pada
kontak visual dan sentuhan. Jika periode ini dilalui dengan baik, bayi akan
menumbuhkan perasaan trust (percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa kehidupan
ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di periode ini, individu
memiliki perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat bahwa dunia ini
adalah tempat yang mengecewakan dan penuh frustrasi. Banyak studi tentang bunuh
diri dan usaha bunuh diri yang menunjukkan betapa pentingnya pembentukan
keyakinan di tahun-tahun awal kehidupan ini. Di awal kehidupan ini begitu
penting meletakkan dasar perasaan percaya dan keyakinan bahwa tiap manusia
memiliki hak untuk hidup di muka bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh
sosok Ibu, atau siapapun yang dianggap signifikan dalam memberikan kasih sayang
secara tetap.
QS Al-Baqarah 233: Para ibu
hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila
keduanya ingin menyapih dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.
Islam
mengatakan bahwa sosok Ibu atau pengganti Ibu adalah madrasah pertama melalui
kasih sayangnya, sehingga ada pepatah “surga di telapak kaki ibu”. Ibu lah yang
bertanggung jawab di awal untuk mengantarkan anak ke surga.
2. Tahap Kanak-Kanak Awal (Early
Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun
Hasil perkembangan ego: autonomy vs
shame (otonomi vs rasa malu)
Kekuatan dasar: Pengendalian diri,
keberanian, dan kemauan (will)
Selama tahapan ini individu
mempelajari ketrampilan untuk diri sendiri. Bukan sekedar belajar berjalan,
bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari perkembangan motorik yang
lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai: toilet training. Di
masa ini, individu berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi,
seiring dengan berkembangnya kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya
pemahaman tentang benar dan salah. Salah satu ketrampilan yant muncul di
periode adalah kemampuan berkata TIDAK. Sekalipun tidak menyenangkan orang tua,
hal ini berguna untuk pengembangan semangat dan kemauan.
Di sisi lain, ada kerentanan yang
bisa terjadi dalam periode ini, khususnya berkenaan dengan kegagalan dalam
proses toilet training atau mempelajari skill lainnya, yang mengakibatkan
munculnya rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh, individu akan kehilangan rasa
percaya dirinya.
Dalam periode ini, hubungan yang
signifikan adalah dengan orang tua.
QS Al-Maidah 6: Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
Kebersihan
selalu menjadi bagian dari Islam, karena itu layak diajarkan sejak anak-anak
masih kecil agar mereka bisa mandiri dalam melakukannya serta terbiasa
membersihkan diri sekalipun belum siap untuk beribadah secara formal.
3. Tahap Usia Bermain (Play Age):
3 hingga 5 tahun
Hasil perkembangan ego: initiative
vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah)
Kekuatan dasar: Tujuan
Pada periode ini, individu biasanya
memasukkan gambaran tentang orang dewasa di sekitarnya dan secara inisiatif
dibawa dalam situasi bermain. Anak laki-laki bermain dengan kuda-kudaan dan
senapan kayu, anak perempuan main “pasar-pasaran” atau boneka yang mengimitasi
kehidupan keluarga, mobil-mobilan, handphone mainan, tentara mainan untuk
bermain peran, dsb. Di masa ini, muncul sebuah kata yang sering diucapkan
seorang anak:”KENAPA?”
Sesuai dengan konsep Freudian, di
masa ini anak (khususnya laki-laki) juga sedang berjuang dalam identitas
gender-nya yang disebut “oedipal struggle”. Kita sering melihat anak laki-laki
yang bermain dengan alat kelaminnya, saling menunjukkan pada sesama anak
laki-laki, atau bahkan menunjukkan pada anak perempuan sebaya. Kegagalan melalui
fase ini menimbulkan perasaan bersalah.
Hubungan yang signifikan di periode
ini adalah dengan keluarga inti (ayah, ibu, dan saudara).
Rasulullah SAW bersabda; “Setiap
bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang-tuanyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR Bukhari)
Anak-anak
di usia ini disebut dengan golden age, karena memiliki ingatan yang luar
biasa, dan apapun memory yang didapatkan di kurun usia ini akan menjadi
kenangan seumur hidup. Karena itu biarlah mereka selalu mengenang orang tuanya
sebagai ilham bagi perbuatan penuh kebajikan dan amal saleh di kelak kemudian
hari.
4. Tahap Usia Sekolah (School Age):
Usia 6 – 12 tahun
Hasil perkembangan ego: Industry vs
Inferiority (Industri vs Inferioritas)
Kekuatan dasar: Metode dan
kompetensi
Periode ini sering disebut juga
dengan periode laten, karena individu sepintas hanya menunjukkan pertumbuhan
fisik tanpa perkembangan aspek mental yang berarti, berbeda dengan fase-fase
sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode sebelumnya pertumbuhan dan
perkembangan berbilang bulan saja untuk manusia agar bisa tumbuh dan
berkembang.
Ketrampilan baru yang dikembangkan
selama periode ini mengarah pada sikap industri (ketekunan belajar, aktivitas,
produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta berada di dalam konteks sosial.
Bila individu gagal menempatkan diri secara normal dalam konteks sosial, ia
akan merasakan ketidak mampuan dan rendah diri.
Sekolah dan lingkungan sosial
menjadi figur yang berperan penting dalam pembentukan ego ini, sementara orang
tua sekalipun masih penting namun bukan lagi sebagai otoritas tunggal.
Imam asy-Syafi’i rahimahullaah pemah
mengatakan dalam sya’irnya: Saudaraku, engkau tidak akan mendapat ilmu,
melainkan dengan enam perkara.Kukabarkan kepadamu rinciannya dengan jelas:
Kecerdasan, kemauan keras, bersungguh-sungguh, bekal yang cukup, bimbingan
ustadz, dan waktunya yang lama.
Anak-anak selalu menganggap guru
sebagai orang tua kedua, bahkan seringkali lebih mendengar penuturan mereka. Karena
guru dan teman-teman sekolah memberikan pengaruh penting, kita wajib seksama
dalam memilihkan pendidikan dasar anak kita.
5. Tahap Remaja (Adolescence): Usia
12 hingga 18 tahun
Hasil perkembangan ego: Identity vs
Role confusion (identitas vs kebingungan peran)
Kekuatan dasar: devotion and
fidelity (kesetiaan dan ketergantungan)
Bila sebelumnya perkembangan lebih
berkisar pada apa yang dilakukan untuk saya, sejak stage perkembangan
ini perkembangan tergantung pada apa yang saya kerjakan. Karena di periode
ini individu bukan lagi anak tetapi belum menjadi dewasa, hidup berubah sangat
kompleks karena individu berusaha mencari identitasnya, berjuang dalam
interaksi sosial, dan bergulat dengan persoalan-persoalan moral.
Tugas perkembangan di fase ini adalah
menemukan jati diri sebagai individu yang terpisah dari keularga asal dan
menjadi bagian dari lingkup sosial yang lebih luas. Bila stage ini tidak
lancara diselesaikan, orang akan mengalami kebingungan dan kekacauan peran.
Hal utama yang perlu dikembangkan di
sini adalah filosofi kehidupan. Di masa ini, seseorang bersifat idealis dan
mengharapkan bebas konflik, yang pada kenyataannya tidak demikian. Wajar bila
di periode ada kesetiaan dan ketergantungan pada teman.
Menyendiri lebih baik daripada
berkawan dengan yang buruk, dan kawan bergaul yang sholeh lebih baik daripada
menyendiri. Berbincang-bincang yang baik lebih baik daripada berdiam dan
berdiam adalah lebih baik daripada berbicara (ngobrol) yang buruk. (HR. Al
Hakim)
Seseorang adalah sejalan dan sealiran dengan kawan akrabnya, maka hendaklah kamu berhati-hati dalam memilih kawan pendamping. (HR. Ahmad)
Seseorang adalah sejalan dan sealiran dengan kawan akrabnya, maka hendaklah kamu berhati-hati dalam memilih kawan pendamping. (HR. Ahmad)
Pergaulan
menjadi sangat crucial di usia ini, dan sangat menentukan arah masa depan
perkembangan kerohanian seseorang kelak. Orang tua perlu mengontrol siapa saja
teman anak-anaknya tanpa merasa rikuh, karena tugas orang tua adalah memilihka
teman yang bisa membawa anak ke jalan kehidupan yang benar.
6. Tahap Dewasa Awal (Young
Adulthood): Usia 18 hingga 35 tahun
Hasil perkembangan ego: Solidarity vs
Isolation (Solidaritas vs isolasi)
Kekuatan dasar: affiliation and love
(kedekatan dan cinta)
Langkah awal menjadi dewasa adalah
mencari teman dan cinta. Hubungan yang saling memberikan rasa senang dan puas,
utamanya melalui perkawinan dan persahabatan. Keberhasilan di stage ini
memberikan keintiman di level yang dalam.
Kegagalan di level ini menjadikan
orang mengisolasi diri, menjauh dari orang lain, dunia terasa sempit, bahkan
hingga bersikap superior kepada orang lain sebagai bentuk pertahanan ego.
Hubungan yang signifikan adalah
melalui perkawinan dan persahabatan.
QS An-Nuur32: Dan kawinkanlah
orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin)
dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah
Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
” jika seorang hamba menikah
sesungguhnya ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karena itu bertakwalah
pada Allah untuk menyempurnakan sebagian yang lain” (HR Al Baihaqi)
Menikah
adalah pilihan, namun bagi kaum muslim adalah sunnah. Pernikahan yang baik dan
berdasarkan ridha Allah akan memberikan ketenteraman.
7. Tahap Dewasa (Middle Adulthood):
Usia 35 hingga 55 atau 65tahun
Hasil perkembangan ego: Generativity
vs Self Absorption or Stagnation
Kekuatan dasar: production and care
(produksi dan perhatian)
Masa ini dianggap penting karena
dalam periode inilah individu cenderung penuh dengan pekerjaan yang kreatif dan
bermakna, serta berbagai permasalahan di seputar keluarga. Selain itu adalah
masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama.
Tugas yang penting di sini adalah
mengejawantahkan budaya dan meneruskan nilai budaya pada keluarga (membentuk
karakter anak) serta memantapkan lingkungan yang stabil. Kekuatan timbul
melalui perhatian orang lain, dan karya yang memberikan sumbangan pada kebaikan
masyarakat, yang disebut dengan generativitas. Jadi di masa ini, kita takut
akan ketidak aktifan dan ketidak bermaknaan diri.
Sementara itu, ketika anak-anak
mulai keluar dari rumah, hubungan interpersonal tujuan berubah, ada kehidupan
yang berubah drastic, individu harus menetapkan makna dan tujuan hidup yang
baru. Bila tidak berhasil di stage ini, timbullah self-absorpsi atau stagnasi.
Yang memainkan peranan di sini adalh
komunitas dan keluarga.
Anas bin Malik r.a. berkata, “Aku
mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak sempurna iman seseorang di antaramu
kecuali jika ia mencintai saudaranya sebagaimana yang ia cintai untuk dirinya.”
(HR Bukhari dan Muslim)
Dari Nu’man bin Basyir r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan saling membantu itu bagaikan satu jasad. Jika ada di antaranya yang merasa sakit, maka semua unsur jasad ikut tidak tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Nu’man bin Basyir r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan saling membantu itu bagaikan satu jasad. Jika ada di antaranya yang merasa sakit, maka semua unsur jasad ikut tidak tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim)
Menjadi
bagian dari komunitas adalah tuntunan bagi orang Islam, selain untuk amalan
hablum minannas juga untuk menunjukkan bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin.
7. Tahap Dewasa Akhir (Late
Adulthood): Usia 55 atau 65tahun hingga mati
Hasil perkembangan ego: Integritas
vs Despair (integritas vs keputus asaan)
Kekuatan dasar: wisdom
(kebijaksanaan)
Orang berusia lanjut yang bisa
melihat kembali masa-masa yang telah dilaluinya dengan bahagia, merasa
tercukupi, dan merasa telah memberikan kontribusi pada kehidupan, ia akan
merasakan integritas. Kebijaksanaannya yang tumbuh menerima keluasan dunia dan
menjelang kematian sebagai kelengkapan kehidupan.
Sebaliknya, orang yang menganggap
masa lalu adalah kegagalan merasakan keputus asaan, belum bisa menerima
kematian karena belum menemukan makna kehidupan. Atau bisa jadi, ia merasa
telah menemukan jati diri dan meyakini sekali bahwa dogma yang dianutnyalah
yang paling benar.
QS Al-Jumu’ah 8: Katakanlah:
“Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian
itu akan menemui kamu, Kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang
mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang
Telah kamu kerjakan”.
Kematian
adalah keniscayaan, dan masa lalu tidak mungkin terulang. Sebuah syair Bimbo
menyebutkan, jangan takut mati karena kematian pasti datang, tapi jangan
mencari mati dan menyebabkan kematian datang padamu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar